Materi K3LH Multimedia
Pengertian
â Suatu alat/ perangkat baik yang berupa perangkat lunak (software) maupun perangkat keras (hardware)
yang digunakan untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup agar
fungsi LH bermanfaat secara berkelanjutan bagi manusia dan makhluk hidup
lainnya,
â
Melindungi, mengandung makna: mengatur perun-tukan sesuai dengan
karakteristik ekosistemnya, mengatur tata ruang wilayah, melestarikan
fungsi, dan peran ekosistem, menghindari eksploitasi SDA berlebihan.
ð Diatur melalui perangkat lunak berupa Undang-undang, Peraturan, dan kebijakan pemerintah (pusat dan daerah).
â
Mengelola: memanfaatkan SDA dan fungsi LH secara efektif, efisien dan
berkelanjutan, mencegah degradasi dan kerusakan LH, mencegah deplesi
SDA, mengawasi dan memantau kegiatan yang berpotensi merusak SDA dan LH,
penegakan hukum serta reward & punishment.
ð
Diatur melalui perangkat lunak berupa regulasi sektoral dan bersifat
teknis, kajian lingkungan, tekanan pasar, termasuk pula pemanfaatan
peralatan (perangkat keras).
â Perangkat lunak: Konvensi Internasional, Perundang-undangan dan Peraturan, Kajian Lingkungan dan Sertifikasi.
â Perangkat keras: peralatan (industri, lab. dan lapangan) yang digunakan untuk pengelolaan & pemantauan LH.
B. Undang-undang & Peraturan LH
â Undang-Undang :
l UU
RI No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (sebagai pengganti UU RI No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup) merupakan acuan pokok peraturan-peraturan bidang LH di
Indonesia seperti : PP (Peraturan Pemerintah), Peraturan Menteri,
Keputusan Menteri, Keputusan Bapedal, Peraturan Daerah, Peraturan
Gubernur/Bupati/Walikota, dsb.
ð Prinsip Undang-undang bidang LH:
l Atur dan Awasi (command & control), melalui implementasi berbagai peraturan baku mutu lingkungan hidup di bawah pengawasan Badan Lingkungan Hidup.
l Pencemar harus bertanggung jawab (polluter pay principle):
setiap kegiatan (industri, pertambangan, dll.) yang mencemari
lingkungan harus diberi sanksi secara perdata maupun pidana (melalui
peradilan)
l Diakuinya peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup (sebagai stake holder).
l Para
pemegang keputusan tentang kelayakan LH baik Menteri, Gubernur, maupun
Bupati/Walikota bertanggung jawab secara hukum atas keputusan yang
ditetapkannya.
Lebih dari 40 perundang-undangan dan peraturan di bidang lingkungan hidup di Indonesia, misal:
l Undang-Undang No. 5/1990 tentang Konservasi SDA Hayati & Ekosistemnya
l Undang-Undang No. 24/1992 tentang Penataan Ruang
l Undang-Undang No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
l PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air
l PP No. 18/1999 tentang Pengelolaan Limbah B3
l PP No. 19/1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Laut
l PP No. 41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara
l KEP-MENLH No. 12/1994 tentang Ambang Batas (AB) Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor
l PP No. 27/1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)
l KEP-MENLH No. 13/1995 tentang AB Emisi Sumber Tidak Bergerak
l KEP-MENLH No. 42/1996 tentang Baku Mutu Limbah Cair bgai Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi
l KEP-MENLH No. 45/1996 tentang Program Pantai Lestari
l KEP-MENLH No. 48/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan
l KEP-MENLH No. 49/1996 tentang Baku Tingkat Getaran
l KEP-MENLH No. 50/1996 tentang Baku Tingkat Kebauan
C. Kelembagaan Lingkungan Hidup
Lembaga pemerintah di bidang LH:
1. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup
l Merupakan kementrian non-departemen yang bertanggung jawab kepada Presiden (dijabat oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup).
l Bertugas merumuskan kebijakan pemerintah di bidang pengelolaan LH dan melakukan koordinasi dengan berbagai instansi terkait
2. Bapedal (Badan Pengendali Dampak Lingkungan):
l Bertugas menjalankan kebijakan pemerintah di bidang LH dan melakukan penegakan hukum tentang pencemaran LH.
l Mengeluarkan izin-izin operasional suatu kegiatan (industri dll.)
l Diketuai oleh Meneg LH.
l Kedudukannya digabungkan dengan Kantor Meneg LH berdasarkan Keppres No. 2 Tahun 2002 (tadinya merupakan lembaga yang terpisah).
l Terdiri atas Bapedal Pusat (di Jakarta) dan Bapedalda (Bapedal Daerah) Tingkat Propinsi di seluruh Indonesia.
3. Kantor Pengelolaan Lingkungan Hidup (Kantor PLH):
l Merupakan lembaga pengelolaan LH daerah, di Tingkat Propinsi (KPLH Propinsi) maupun Kabupaten (KPLH Kabupaten).
l Bertugas
melaksanakan kebijakan pemerintah daerah bidang LH dan melakukan
koordinasi dengan Kantor Meneg LH serta dinas-dinas terkait di daerah.
D. Kajian Lingkungan Hidup
1. AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup)
l Adalah
studi kelayakan lingkungan yang wajib dilakukan oleh suatu rencana
proyek (industri, pertambangan, dll.) yang berpotensi menimbulkan dampak
besar dan penting bagi lingkungan hidup di sekitar proyek yang akan
dibangun.
l Berperan sebagai salah satu syarat ijin pembangunan suatu proyek.
l AMDAL
terdiri atas beberapa dokumen, yaitu : a) hasil studi ANDAL (Analisis
Dampak Lingkungan), b) RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan), dan c) RPL
(Rencana Pemantauan Lingkungan).
2. UKL & UPL (Upaya Pengelolaan Lingk. & Upaya Pemantauan Lingk.)
l Adalah
studi kelayakan lingkungan yang wajib dilakukan oleh suatu rencana
proyek (industri, dll.) yang tidak wajib AMDAL atau kegiatan yang
berpotensi menimbulkan dampak walaupun tidak besar dan penting.
l Berperan sebagai salah satu syarat ijin pembangunan suatu proyek.
3. ISO 14000 (Internasional Standard Organization)
l Merupakan
Sertifikat yang menyatakan bahwa produk suatu manufaktur (industri)
dalam proses pembuatannya telah memenuhi syarat-syarat pengelolaan
lingkungan yang baik (ditentukan berdasarkan hasil Audit Lingkungan).
l Permintaan Audit Lingkungan dan Sertifikat oleh perusahaan atau pabrik ybs. bersifat sukarela.
l Produk yang bersertifikat ISO 14000 lebih dihargai terutama untuk pasar Eropa, Amerika, Jepang dan negara maju lainnya.
4. Ecolabel
l Label
yang diberikan (ditempelkan) pada suatu produk (terutama yang berasal
dari bahan dasar alam, seperti kayu, rotan dll.), yang menyatakan bahwa
pengambilan bahan dasar tsb. telah diikuti oleh tindakan pelestarian
sumber daya alam (misal: reboisasi, daur ulang, dsb.).
l Bagi
yang telah memenuhi syarat lingkungan, produknya diberi label hijau
atau biru, dan bagi yang tidak memenuhi syarat diberi lebel hitam atau
merah.
l Produk
yang berlabel biru/hijau lebih dihargai konsumen dan bagi negara Eropa,
Amerika, Jepang, dan negara maju lainnya tidak memberikan ijin masuk
untuk produk berlabel hitam/ merah.
1. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
a. Kesehatan Kerja
Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya.
Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin.
Status kesehatan seseorang, menurut blum (1981) ditentukan oleh empat faktor yakni :
1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik / anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, microorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan).
2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
3. pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan, rehabilitasi, dan
4. genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.
“pekerjaan mungkin berdampak negatif bagi kesehatan akan tetapi sebaliknya pekerjaan dapat pula memperbaiki tingkat kesehatan dan kesejahteraan pekerja bila dikelola dengan baik. Demikian pula status kesehatan pekerja sangat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil kerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan pekerja yang terganggu kesehatannya”.
Menurut Suma’mur (1976) Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/ masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum.
Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total health of all at work).
b. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses.
Pengertian Hampir Celaka, yang dalam istilah safety disebut dengan insiden (incident), ada juga yang menyebutkan dengan istilah “near-miss” atau “near-accident”, adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana dengan keadaan yang sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses
c. Faktor Risiko di Tempat Kerja
Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan kerja, seperti disebutkan diatas, dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi bahaya serta resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor manusianya.
Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik “hazard” maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya dilaksanakan dengan baik.
Ditempat kerja, kesehatan dan kinerja seseorang pekerja sangat dipengaruhi oleh:
1. Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan
2. Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya.
3. lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial.
1. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
a. Kesehatan Kerja
Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya.
Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin.
Status kesehatan seseorang, menurut blum (1981) ditentukan oleh empat faktor yakni :
1. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan) kimia (organik / anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, microorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan).
2. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
3. pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan, rehabilitasi, dan
4. genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.
“pekerjaan mungkin berdampak negatif bagi kesehatan akan tetapi sebaliknya pekerjaan dapat pula memperbaiki tingkat kesehatan dan kesejahteraan pekerja bila dikelola dengan baik. Demikian pula status kesehatan pekerja sangat mempengaruhi produktivitas kerjanya. Pekerja yang sehat memungkinkan tercapainya hasil kerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan pekerja yang terganggu kesehatannya”.
Menurut Suma’mur (1976) Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja/ masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/ gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum.
Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (total health of all at work).
b. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Pengertian Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses.
Pengertian Hampir Celaka, yang dalam istilah safety disebut dengan insiden (incident), ada juga yang menyebutkan dengan istilah “near-miss” atau “near-accident”, adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana dengan keadaan yang sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses
c. Faktor Risiko di Tempat Kerja
Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan kerja, seperti disebutkan diatas, dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi bahaya serta resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor manusianya.
Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang potensial untuk mengakibatkan cedera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau instansi. Sedang kemungkinan potensi bahaya menjadi manifest, sering disebut resiko. Baik “hazard” maupun “resiko” tidak selamanya menjadi bahaya, asalkan upaya pengendaliannya dilaksanakan dengan baik.
Ditempat kerja, kesehatan dan kinerja seseorang pekerja sangat dipengaruhi oleh:
1. Beban Kerja berupa beban fisik, mental dan sosial sehingga upaya penempatan pekerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan
2. Kapasitas Kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya.
3. lingkungan Kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik, kimia, biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar